HUKUM UPAH BEKAM ?



                Telah berkata Syaikhul Islam Abu Zakaria Imam Nawawi dalam kitabnya Syarh Muslim (10/233): “Para ulama berbeda pendapat tentang hukum seorang tukang bekam yang mengambil upah, akan tetapi kebanyakan para ulama zaman dahulu dan masa kini berpendapat bahwa tidaklah haram seorang tukang bekam yang mengambil upah dari pasiennya, tidak pula haram makan dari hasil tersebut, baik dia itu orang yang merdeka maupun hamba sahaya, dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad. Dan terdapat pula riwayat tentang hal ini, bahwa para Ahli Hadits berpendapat: diharamkan bagi orang yang merdeka selain hamba sahaya. Dan para jumhur berhujjah dengan hadits Ibnu Abbas: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam tersebut,” kemudian mereka berkata: jikalau hal tersebut adalah haram maka beliau tidak akan memberi upah kepada tukang bekam tersebut. Maka hadits-hadits ini menunjukkan bahwa larangan di sini adalah larangan yang mendekati kepada yang halal bukan yang haram, untuk mengangkat dari pekerjaan yang rendah, menganjurkan untuk berakhlak mulia, suatu perkara yang agung, dan jikapun hal ini adalah haram maka tidak boleh dibedakan antara orang yang merdeka dan hamba sahaya, karena sesungguhnya tidak diperbolehkan bagi seorang yang merdeka memberi makan hamba sahayanya kecuali harta tersebut adalah halal.
                Dan berikut perkataan para ulama-ulama kontemporer Rahimahumullah: dalam kitab Bulughul Maram Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan hadits Ibnu Abbas dan Rafi’ bin Khadi’ Radhiallahu Anhum:
pertama, hadits Ibnu Abbas yaitu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam dan beliau memberi upah kepada tukang bekam tersebut, dan jikalau hukumnya haram maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan memberinya upah. (HR. Bukhari).
Kedua, hadits Rafi’ bin Khadi’: dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Upah bisnis anjing adalah buruk kemudian upah pelacur adalah buruk dan begitu pula upah tukang bekam adalah buruk”. (HR. Muslim).
                Berkata Syaikh Bin Baz Rahimahullah dalam Syarah Bulughul Maram: “Di dalam hadits Ibnu Abbas terdapat dalil bolehnya berbekam, dan mengambil upah darinya, meskipun pekerjaan tukang bekam adalah jelek, tidaklah mengapa memberinya upah, karena makna khobits di sini adalah jelek, misalnya potongan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya: “Dan janganlah kamu memilih yang jelek untuk kamu keluarkan”, yaitu kurma yang jelek, makanan yang jelek, di sini dikatakan jelek bukan haram, maka pekerjaan tukang bekam yang dikatakan khobits maknanya jelek bukan haram, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi upah kepada yang membekam dirinya, lalu berkata Ibnu Abbas: “Jikalau upah tukang bekam itu haram maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan memberinya upah”, oleh karenanya apabila seseorang disuruh membekam lalu diberi upah maka hal itu tidaklah haram, akan tetapi lebih baik tukang bekam itu tidak mengambil sesuatu apapun dari hasil membekam, atau mencari penghasilan yang lain selain membekam.
                Dan berkata Syaikh Utsaimin Rahimahullah dalam Syarah Bulughul Maram: “Pekerjaan tukang bekam adalah buruk”, maksudnya upah seorang tukang bekam yang didapat dari membekam adalah buruk, buruk ini bisa bagian dari haram, atau bagian dari buruk itu sendiri, atau bagian dari makruh yang tidak disenangi oleh tubuh, maka jika ini bagian dari keharaman berdasarkan firman Allah yang artinya: “Dan Allah menghalalkan untuk mereka hal-hal yang baik dan mengharamkan hal-hal yang buruk.” (QS. Al-A’raff:  157), jika diharamkan hal-hal yang haram, maka makna buruk di sini adalah haram, kemudian jika ini adalah bagian dari keburukan, sesuai dengan firman Allah: “Dan janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan.” (QS. Al-Baqarah: 267), maka maka makna buruk di sini adalah keburukan. Dan jika ini adalah bagian yang dibenci dan tidak disenangi oleh jiwa (badan), sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hal bawang merah dan bawang putih: “Sesungguhnya ia adalah pohon yang buruk (dibenci), maknanya dibenci oleh jiwa dan tidak disenangi. Kembali kepada upah tukang bekam: apakah kita katakan: sesungguhnya makna khobits di sini adalah haram? Bisa jadi, apakah hal itu juga yang dibenci oleh jiwa? Bisa jadi, apakah maksudnya bahwasannya buruk di sini adalah kebalikan dari kemuliaan? Bisa jadi, jika terjadi kemungkinan-kemungkinan antara ini dan itu, maka sesungguhnya hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil tentang haramnya upah tukang bekam, kenapa? Karena jika terjadi kemungkinan-kemungkinan, maka batallah suatu dalil, maka belum tentu makna khobits di sini adalah haram, karena dalam hal ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam, dan beliau memberi upah kepada tukang bekam tersebut, dan jika makna dari khobits di sini adalah haram maka beliau tidak akan memberinya upah.
                Dua hadits ini sebagaimana yang kalian lihat terkadang nampak saling bertentangan, maka apabila hadits Rofi’ bin Khodi’ di dalamnya ada kemungkinan bermakna haram, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyifatinya dengan hal yang buruk secara berlebih-lebihan.
                Pertama : karena beliau tidak menyukainya, dan beliau tidak mengatakan: janganlah seorang tukang bekam itu mengambil upah, akan tetapi dengan kata: ia “buruk” bahasa yang dilebih-lebihkan karena beliau tidak menyukainya, dan untuk ini maka sebagian ulama berpendapat: “Sesungguhnya tidak boleh seorang tukang bekam mengambil upah atas orang yang dibekam, akan tetapi pendapat ini lemah, dilemahkan hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berbekam dan beliau memberi upah si tukang bekam tersebut.
Kedua: dilemahkannya sabda Nabi: “Upah tukang bekang adalah khobits (buruk)”, mempunyai tiga makna, maka dengan adanya kemungkinan batallah suatu dalil.
Ketiga: bahwasannya ini bertentangan dengan kaedah syar’iyyah, karena dalam kaedah syar’iyyah dikatakan bahwasannya apa-apa yang diperbolehkan dalam suatu pekerjaan maka boleh mengambil upah darinya,  sebagaimana diisyaratkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Allah juga mengharamkan upah darinya,” maka dapat dipahami: bahwasannya apabila diperbolehkan sesuatu, maka diperbolehkan mengambil upah darinya, dan apabila itu adalah pekerjaan, maka imbalannya adalah upah, maka apabila diperbolehkan suatu pekerjaan, maka boleh mengambil upah darinya.

Mengambil Upah bekam, apakah halal atau haram?
                Halal, ini adalah pendapat minimal dalam hal tersebut, maka jika bekam itu halal, maka mengambil upah darinya halal pula, dan dengan ini dijelaskan kepada kalian bahwa ada yang mengatakan tentang haramnya upah tukang bekam, dan berdalil dengan hadits, maka jelaskan kepada mereka bahwa perkataan mereka ini adalah lemah, karena tiga hal:
a.    Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memberi upah kepada tukang bekam, jika hal ini adalah haram, maka beliau tidak akan memberinya upah.
b.    Bahwa kata “khobits” mengandung kemungkinan tiga makna, dan jika ada kemungkinan maka batallah suatu dalil, karena jika terdapat kemungkinan maka tidak pasti ada dalil tentang hal tersebut.
c.     Bahwasannya ini menyelisihi kaedah syar’iyyah, karena kaedah syar’iyyah menunjukkan bahwa pekerjaan halal maka upahnya pun halal, dan jika yang dilakukan adalah perbuatan haram maka upahnya pun haram, dan yang kita ketahui bahwa berbekam adalah halal, maka upahnya halal pula, dan ini ditunjukkan oleh kaedah yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu maka juga mengharamkan upahnya”.

Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan pernah ditanya: Apa hukum upah tukang bekam?
Maka beliau menjawab:
                Boleh akan tetapi makruh, sebagaimana dikatakan: “Upah tukang bekam adalah khobits (buruk), yaitu jelek, bahwasannya dianjurkan kepada setiap muslim  untuk mencari mata pencaharian selain dari hasil bekam, maka sesungguhnya jika ia membekam seseorang kemudian mengambil darinya sejumlah upah, maka ini boleh, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berbekam dan memberi upah kepada orang yang membekamnya, dan jika haram maka beliau tidak akan memberinya upah, akan tetapi beliau juga berkata: “Upah tukang adalah khobits (buruk)” yakni jelek, dengan ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin mengangkat kaum muslimin dari pekerjaan yang aib, dan hendaknya mencari pekerjaan yang mulia.  

Berkata Syaikh Al-Faqih Hamad bin Abdullah Al-Hamad dalam Syarah Bulughul Maram:
Dalam masalah hukum mengambil upah dari hasil membekam, maka jumhur (mayoritas) ulama membolehkan mengambil upah dari hasil membekam, berdasarkan dalil yang terdapat dalam Shahihain dari hadits Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi upah kepada tukang bekam, maka ini menunjukkan bolehnya mengambil upah dari hasil membekam.
Dan sebagian ulama berpendapat yaitu sebagian Madzhab Hanabilah, kemudian perkataan Hasan Al-Bashri, dan Ibrahim An-Nakho’i -Sesungguhnya tidak boleh mengambil upah dari hasil bekam dengan dalil hadits Rafi’, dan sebagaimana terdapat dalam Sunan Abi Dawud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi menghasankannya, dan dia berkata akan tetapi shahih –Bahwasannya ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan meminta izin untuk mengambil upah dari hasil membekam, maka kemudian beliau melarangnya, maka dia bertanya dan meminta izin lagi sampai beliau memerintahkan: bahwasannya saya yang memberi makan binatangmu dan budakmu. Akan tetapi pendapat yang shahih adalah Madzhab Jumhur (mayoritas ulama), yaitu membolehkannya.
 Adapun perkataan: (khobits), maka maksudnya yaitu buruk, sebagaimana firman Allah: “Dan janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan.” Maknanya kalian mengambil harta kalian yang buruk untuk kalian infaqkan, dan meninggalkan harta kalian yang baik untuk diri kalian!, dan sesuatu yang buruk itu dinamakan khobits.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sesungguhnya melarangnya karena kerendahan pekerjaan ini, maka orang yang merdeka hendaknya menaikkan dirinya atas itu, dan misal pekerjaan buruk yang menaikkan dirinya yaitu tukang sapu.

No comments